Halaman

Sabtu, 10 November 2012

MANAJEMEN STRATEGIK DAN REFORMASI SEKOLAH DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KURIKULUM BARU TAHUN 2013

Pengantar

Meski menuai banyak pro dan kontra mengenai perombakan kurikulum, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap akan melaksanakannya pada tahun ajaran 2013-2014. Hingga saat ini, pembahasan seputar penataan kurikulum masih terus dilakukan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengkaji perubahan kurikulum pendidikan nasional yang rencananya akan diimplementasikan pada tahun ajaran 2013/2014. Sistem pembelajaran dalam kurikulum baru tersebut nantinya akan bersifat tematik. Kurikulum akan selalu dinamis sesuai dengan tuntunan zaman. Kurikulum baru akan mencoba untuk tidak membebankan buku kepada siswa. Pendidikan bersifat tematik akan dapat mengembangkan tindak kompetensi penting, yakni perilaku, keterampilan, dan pengetahuan. Selain itu, pendidikan karakter akan lebih ditenkan pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan karakter akan lebih besar ditekankan pada jenjang sekolah dasar untuk pembentukan sikap (Suara Merdeka, 25 Oktober 2012).
Kurikulum yang sedang dalam penyusunan tersebut diharapkan akan memberikan perubahan pada model pembelajaran. Pembangunan karakter sebagai sentral dari pendidikan nasional akan disinergikan dengan kebudayaan untuk menyebarkan virus pembangunan karakter, dan targetnya bukan hanya peserta didik tetapi juga guru dan masyarakat luas. Kurikulum pendidikan nasional akan diperlakukan beda di setiap jenjangnya. Peserta didik di tingkat SD akan lebih ditempa dengan mata pelajaran yang dapat membangun sikap. Karena itu, salah satu fokus pembahasan dengan pemangkasan mata pelajaran dari 11 mata pelajaran menjadi tujuh mata pelajaran. Selanjutnya, jenjang SMP diarahkan pada keterampilan, dan jenjang SMA condong pada pengembangan ilmu pengetahuan.
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan kurikulum baru menitikberatkan pada aspek perilaku, keterampilan dan pengembangan pengetahuan yang nantinya akan berlaku pada tahun pelajaran 2013/2014, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”  (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional -UUSPN).
Implementasi kurikulum baru menuntut perubahan terhadap berbagai aspek pendidikan, termasuk reformasi sekolah (school reform). Reformasi sekolah atau school reform merupakan suatu konsep perubahan kearah peningkatan mutu pendidikan. Reformasi  sekolah harus dilakukan untuk merespon kondisi pendidikan dewasa ini yang semakin terpuruk. Untuk itulah dalam pengimplementasian pendidikan karakter bangsa ini, perlunya sebuah manajemen strategik dalam sekolah yang dapat mengarahkan dan mengontrol terciptanya budaya karakter bangsa Indonesia yang akan semakin baik kedepannya.
Pentingnya manajemen yang efektif dalam organisasi pendidikan semakin banyak mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak. Sekolah dan perguruan tinggi akan lebih efektif dalam memberikan pendidikan yang baik pada siswa atau mahasiswanya jika mereka ter-manage dengan baik. Penelitian tentang efektifitas sekolah dan perbaikan sekolah di beberapa negara menunjukan bahwa kepemimpinan dan manajemen merupakan salah satu variabel terpenting untuk membedakan antara sekolah yang berhasil dan yang tidak (Sammon et. al., 1994). Temuan ini menunjukan bahwa manajemen tidak bisa dianggap sebagai suatu aspek institusi pendidikan yang tidak bisa bisa diubah. Manajemen yang baik akan membuat sebuah perbedaan mutu sekolah dan perguruan tinggi serta pendidikan pada pelajarnya.
Pengenalan tentang manajemen sekolah dan perguruan tinggi di beberapa negara, misalnya Amerika Serikat, Australia, Hongkong, Inggris, Israel, dan Selandia Baru, telah meningkatkan kebutuhan mereka terhadap manajemen sekolah dan perguruan tinggi yang efektif. Ini disebabkan sekolah telah mengambil alih tanggung jawab pendidikan, yang sebelumnya dipegang oleh pemerintah nasional, regional atau lokal. Tanggung jawab tersebut mencakup manajemen finansial, aspek-aspek manajemen staf dan manajemen yang berkaitan dengan beberapa kelompok eksternal sekolah atau perguruan tinggi. Sekarang organisasi-organisasi pendidikan bertanggung jawab langsung terhadap hampir seluruh aspek manajemen. Dalam konteks ini, seorang pemimpin dimungkinkan untuk mengadopsi suatu pendekatan strategis, yang mengitegrasikan beberapa aspek manajemen yang berbeda untuk mengatur dan mencapai tujuan-tujuan institusi pendidikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar