Politik adalah pertarungan preferensi, yang
berarti juga ambisi. Di dalam situasi demikian, tiap klaim kehendak umum harus
dicurigai sebagai bentukan ambisi. Karena itu, demokrasi harus menjamin agar
satu ambisi diperiksa dan diseimbangkan oleh ambisi lain (ambition checked by other ambition).
Demokrasi tidak berfokus pada kehendak umum,
tetapi kerja sama politik. Apakah dalam bidang pendidikan dapat terganggu
juga?. Bahkan jangan sampai di kalangan intelektual pendidikan pun dapat
menjagokan salah satu figure kepemimpinan dalam proses politik. Hegomoni dan
karakter seorang intelektual pendidikan dalam proses mendidik, membimbing,
memimpin, dan yang terlebih lagi menjadi contoh pada generasi mendatang apakah
mampu melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak.
Sedangkan salah satu tujuan penyelenggraan
pendidikan ialah untuk membentuk sikap moral dan watak peserta didik serta
masyarakat yang berbudi luhur. Sebagai langkah konkritnya, rakyat diharapkan
memiliki kemampuan untuk memposisikan diri sebagai aktor sosial (social agents)
yang kritis, rasional, aktif, kreatif dan produktif dalam melahirkan berbagai
alternatif guna keluar dari sistem hegemonik dan sekaligus melakukan
counter-culture terhadap setiap kemapanan dan ketidakadilan. Untuk itu,
hendaknya mereka berani melakukan pembacaan
kritis dan pembongkaran terhadap segala realitas hegemonik tersebut.
Di era globalisasi menuntut kesiapan kita
lebih matang dalam segala hal. Bidang pendidikan merupakan salah satu andalan
untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menghadapi
tantangan zaman itu. Persiapan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan
dilakukan sejak dari masa pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Adanya
persiapan sedini mungkin diharapkan akan memberikan kualitas peserta didik yang
lebih baik. Intelektual pendidikan dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan
haruslah menjadi patokan bagi masyarakat social dalam pengembangan tugas
profesinya.
Dari permasalahan politik di atas, sesungguhnya
bagi seorang intelektual pendidikan haruslah memberikan suatu kontribusi pikir
kepada masyarakat sipil untuk menjadikan demokrasi di daerah ini sebagai
demokrasi yang bermoral, berwibawa, dan demokrasi yang berdasarkan Pancasila.
Kalau kita lihat dari pada permasalahan
pendidikan yang ada sekarang apakah seorang intelektual pendidikan harus
memposisikan dirinya sebagai agen politik. Jangan sampai terjadi pada
lingkungan sekolah serta masyarakat pun kaum-kaum intelektual pendidikan sudah
memainkan perannya untuk menjagokan salah satu kandidit?. Lebih buruknya lagi
bila terjadi konflik diantara para intelektual pendidikan untuk mencapai
kepentingan-kepentingan di kemudian hari. Masalah-masalah ini yang akan membuat
seorang intelektual pendidikan kehabisan moral dan etika dalam jabatan
profesinya sebagai tenaga pendidik melainkan sebagai pemain-pemain politik.
Dikhawatirkan juga, bahwa seorang tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan sebagai mediator antara masyarakat sipil (civil
society) dengan para kandidat dengan wajah tak kelihatan. Ini akan
menjadi sangat fatal dengan dunia pendidikan! Semoga, dengan harapan bahwa para
intelektual pendidikan di setiap daerah tidak menjadi pemain-pemain politik
siluman tetapi menjadi actor pendidikan yang profesional dan tangguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar